Gibran Dilindungi Konstitusi, Pemberhentian Wakil Presiden Tidak Semudah Membalikkan Tangan
Belakangan ini, kita menyaksikan gejolak politik yang cukup menarik perhatian publik. Forum Purnawirawan Prajurit TNI menyuarakan delapan poin pernyataan sikap, salah satunya menyerukan agar Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mengundurkan diri.
Namun, perlu ditegaskan: mengganti Wakil Presiden tidak bisa sekadar berdasarkan pernyataan sikap atau tekanan politik. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 7A telah mengatur dengan jelas bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden hanya dapat diberhentikan jika: Terbukti melakukan pelanggaran hukum berat seperti pengkhianatan negara, korupsi, penyuapan, atau perbuatan tercela, atau Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden/Wakil Presiden. Itupun tidak serta-merta.
๐ผ๐๐ ๐ฅ๐ง๐ค๐จ๐๐จ ๐ฅ๐๐ฃ๐๐๐ฃ๐ ๐ฎ๐๐ฃ๐ ๐๐๐ง๐ช๐จ ๐๐๐ก๐๐ก๐ช๐:
DPR melakukan penyelidikan. Mahkamah Konstitusi (MK) memeriksa dan mengadili tuduhan tersebut. Jika terbukti bersalah, baru MPR dapat memberhentikan lewat sidang paripurna, dengan syarat dua pertiga anggota hadir dan setuju. Artinya, bukan karena “tidak suka” atau “tak setuju” lalu bisa seenaknya minta mundur.
Wakil Presiden Gibran, saat ini menjabat secara sah lewat jalur demokrasi, disahkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan dilantik melalui mekanisme konstitusional. Tidak ada bukti hukum yang bisa dijadikan alasan untuk memberhentikan Gibran saat ini.
๐๐๐ฃ๐๐๐ค๐ง๐ข๐๐ฉ๐ ๐๐๐ค๐ฃ๐จ๐ฉ๐๐ฉ๐ช๐จ๐ ๐๐๐๐ก๐๐ ๐ข๐๐ฃ๐๐๐ค๐ง๐ข๐๐ฉ๐ ๐ฟ๐๐ข๐ค๐ ๐ง๐๐จ๐
Desakan politik sah-sah saja sebagai bagian dari dinamika negara demokrasi. Tetapi harus tetap dalam koridor hukum, bukan lewat tekanan atau opini liar yang mengancam stabilitas nasional.
Rakyat Indonesia yang memilih dalam pemilu, berhak mendapatkan pemerintahan yang stabil, bukan pemerintahan yang setiap saat diganggu manuver inkonstitusional. Bila setiap ketidakpuasan disikapi dengan desakan mundur, maka bangsa ini tak akan pernah tenang membangun.
Lebih baiknya semua pihak โ baik yang berada di dalam maupun di luar kekuasaan โ untuk lebih mengedepankan kepentingan bangsa di atas ego politik sesaat.
Masa depan Indonesia tidak boleh dikorbankan oleh ambisi politik yang mengabaikan hukum dan akal sehat.
Karena setinggi apapun emosi politik, hukum dan konstitusi tetap harus berdiri paling tinggi. Pertanyaannya: ” Mengapa kok baru sekarang,…?
Suarakyat.com
26 April 2025