Pernikahan Siri Bocil Akibat Hamil di Luar Nikah, Ini Pandangan Hukum Negara dan Islam
Suarakyat.com — Kasus pernikahan di usia sangat muda kembali terjadi.
Di sebuah desa, sepasang anak di bawah umur atau biasa disebut “bocil” (bocah cilik), diketahui telah melakukan hubungan di luar nikah hingga sang perempuan hamil 7 bulan sebelum akhirnya diketahui oleh orang tua mereka.
Sebagai solusi cepat, kedua keluarga sepakat menikahkan keduanya secara siri.
Namun, bagaimana sebenarnya pandangan hukum negara dan hukum Islam terhadap kasus ini?
1. Pandangan Hukum Negara:
Dalam hukum negara Indonesia, khususnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dinyatakan bahwa:
Batas usia minimal menikah adalah 19 tahun untuk laki-laki maupun perempuan.
Jika ingin menikah di bawah umur tersebut, harus ada izin pengadilan melalui proses dispensasi kawin.
Pernikahan siri (tanpa tercatat di Kantor Urusan Agama/KUA atau catatan sipil) tidak diakui secara administrasi negara.
Akibatnya, anak yang lahir nanti tidak langsung tercatat sebagai anak sah secara hukum negara, dan hak-hak hukum lainnya seperti waris, akta kelahiran resmi, serta perlindungan hukum bisa menjadi sulit.
Secara hukum, menikahkan bocil tanpa dispensasi kawin dari pengadilan melanggar hukum dan bisa berpotensi terkena sanksi.
2. Pandangan Hukum Islam:
Dalam hukum Islam: Akad nikah tetap sah asalkan memenuhi syarat yaitu ada wali, ada calon suami-istri, ada ijab kabul, dan ada saksi.
Tidak disyaratkan usia tertentu dalam akad nikah secara syar’i, namun prinsip maslahat (kebaikan dan kemaslahatan) sangat ditekankan.
Islam juga melarang perbuatan zina, dan menganjurkan segera menikah jika sudah terjadi kehamilan di luar nikah.
Meski sah menurut agama, Islam juga mewajibkan umatnya untuk taat pada peraturan negara selama tidak bertentangan dengan syariat.
Dengan kata lain, hukum Islam mengakui pernikahan siri tersebut secara agama, tetapi umat Islam juga diwajibkan menempuh jalur hukum negara untuk mencatatkan pernikahan agar menjaga kemaslahatan, terutama bagi anak yang dilahirkan.
3. Solusi yang Dianjurkan:
Dalam kasus ini, langkah yang bijak setelah pernikahan siri adalah:
Mengajukan itsbat nikah (penetapan nikah) ke pengadilan agama, agar pernikahan siri tersebut disahkan dan dicatatkan.
Mendaftarkan kelahiran anak setelah pernikahan tercatat resmi, agar hak-hak anak terlindungi.
Pendidikan keluarga dan anak agar kejadian serupa tidak berulang.
4. Penutup:
Peristiwa ini menjadi pelajaran penting bahwa pentingnya edukasi akhlak dan pergaulan sehat bagi anak-anak tidak bisa ditawar lagi.
Pernikahan dini karena hamil di luar nikah bukan solusi ideal, namun dengan penanganan yang benar — melalui jalur hukum negara dan syariat Islam — kemaslahatan masih bisa dijaga.
Suarakyat.com — Berani Suara, Demi Rakyat