Tradisi “Berjanjen” Masih Lestari di Tengah Masyarakat Nahdliyin
Boyolali – Suarakyat.com, (24/5/2025) Di tengah gempuran budaya modern, tradisi keagamaan warisan ulama terdahulu tetap lestari di kalangan masyarakat Nahdlatul Ulama (NU). Salah satunya adalah tradisi “Berjanjen”, yang hingga kini rutin digelar dalam berbagai kegiatan keagamaan, seperti peringatan Maulid Nabi, syukuran, khitanan, hingga haul tokoh agama.
Seperti yang terjaadi Dukuh Kembang Desa Nepen Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali, warga secara rutin mengadakan kegiatan keagamaan salah satunya menggelar “Berjanjen” Di Mushola Baitul Khasanah, kegiatan tersebut bersamaan dengan terbentuknya kepengurusan Takmir Mushola Baitul Khasanah di bawah ketua Suprapto dan Wawan Sunaryo.
Kegiatan Berjanjen ini sebagai bentuk komitmen semua pengurus untuk memakmurkan Mushola, terbukti Berjanjen kali pertama di gelar di Mushola Baitul Khasanah di ikuti jamaah putra dan putri, yang di pandu oleh Muhamad Wildan, dengan membawa Taajul ‘Asyiqin yang bisa berarti sebagai “Mahkota Para Pecinta”.
Dalam konteks keislaman atau sufistik, istilah ini biasanya merujuk pada karya sastra atau kitab yang membahas tentang cinta spiritual, khususnya cinta seorang hamba kepada Allah SWT. Istilah ini juga dapat ditemukan dalam judul kitab atau puisi-puisi bernuansa tasawuf yang penuh dengan ungkapan kerinduan dan mahabbah (cinta) kepada Tuhan dan Rasul-Nya.
Jadi sangatlah tepat tema yang di usung untuk memakmurkan Mushola, Muhamad Wildan diketahui dari kecil sudah getol dan aktif dalam kegiatan keagamaan dan memang juga berlatar belakang dari keluarga Nahdliyin dan aktif di berbagai kegiatan orgsnisasi Islam.
Nah, pertanyaannya “Seperti apa sejarah Berjanjen”, jawabnya, Redaksi Suarakyat.com mencoba mencari tahu melalui Nara sumber yang bisa dipercaya keilmuannya namun sayang yang bersangkutan tidak ingin disebutkan namanya, “Insya Allah Keterangan saya bisa saya pertanggung jawabkan” Katanya.
Begini penjelasannya, Istilah “berjanji” atau dalam pengucapan khas Jawa sering disebut “berjanjen” berasal dari kata “Barzanji”, yang merujuk pada kegiatan pembacaan Maulid al-Barzanji — sebuah karya sastra keagamaan yang memuat sejarah kelahiran dan kehidupan Nabi Muhammad SAW, ditulis oleh Syaikh Ja’far al-Barzanji, seorang ulama dari Madinah.
Asal-Usul dan Makna: Al-Barzanji adalah nama penulisnya, bukan nama kitab itu sendiri. Isi kitab ini berupa pujian, doa, dan narasi sejarah Nabi Muhammad, terutama mengenai kelahiran, akhlak, perjuangan, hingga wafatnya.
Pembacaan Barzanji menjadi bagian dari tradisi Maulid Nabi, syukuran, pernikahan, khitanan, hingga haul (peringatan kematian).
Kenapa Disebut “Berjanjen”? Orang Jawa, terutama di kalangan Nahdlatul Ulama (NU), menyerap istilah ini dengan pelafalan khas menjadi berjanjen — bentuk fonetik lokal dari “Barzanji”. Ini sudah menjadi istilah umum untuk menyebut acara pembacaan maulid secara berjamaah.
Ciri Khas Acara “Berjanjen”: Dibacakan secara bergantian atau bersama-sama. Dihiasi dengan sholawat dan marhaban, sering diiringi rebana (hadrah). Terkadang diselingi dengan berdiri bersama (mahallul qiyam) sebagai bentuk penghormatan saat bagian tertentu dari kitab menceritakan kelahiran Nabi. Diselenggarakan sebagai bentuk cinta kepada Nabi Muhammad SAW.
Tujuan dan Makna dalam Tradisi NU: Menumbuhkan mahabbah (cinta) kepada Rasulullah. Mengajarkan sejarah dan keteladanan Nabi secara lisan. Menghidupkan tradisi Islam Nusantara yang ramah, damai, dan penuh adab.
Nara sumber menjelaskan “Berjanjen bukan sekadar membaca pujian. Ini adalah bentuk cinta umat kepada Baginda Nabi Muhammad SAW. Di dalamnya ada nilai sejarah, spiritualitas, dan rasa syukur,” Jelasnya, saat berbincang dengan tim Suarakyat.com, Jumat malam (23/5) Pukul 01.30 wib.
Menurut Nara sumber, kegiatan ini juga menjadi media dakwah yang efektif, terutama bagi generasi muda. “Mereka belajar mencintai Rasulullah dengan cara yang menyenangkan, tidak kaku, dan penuh makna,” tambahnya.
Tradisi Berjanjen adalah bukti bahwa Islam di Nusantara telah berkembang dengan akulturasi budaya lokal yang damai. Di tengah perubahan zaman, tradisi ini terus diwariskan, menjadi pengikat spiritual dan sosial di tengah masyarakat.|MSar|Suarakyat.com
Disclaimer:
Tulisan ini disusun untuk tujuan informasi dan pelestarian budaya Islam Nusantara. Tradisi “Berjanjen” atau pembacaan Maulid al-Barzanji merupakan warisan ulama yang berkembang di masyarakat Nahdlatul Ulama (NU), dan tidak dimaksudkan untuk menggantikan kewajiban syariat Islam. Setiap bentuk ibadah tetap harus merujuk pada sumber hukum Islam yang sahih dan sesuai tuntunan. Pembaca diimbau untuk tetap menghormati perbedaan praktik keagamaan dalam bingkai persatuan umat.