banner 728x250

Tajuk: Relawan, Perpecahan, dan Hilangnya Ketundukan Bangsa

banner 120x600
banner 468x60

Tajuk: Relawan, Perpecahan, dan Hilangnya Ketundukan Bangsa

BANGSA, yang besar adalah bangsa yang mampu bersatu dalam perbedaan, bukan bangsa yang terus-menerus dipecah belah oleh kepentingan jangka pendek. Sayangnya, Indonesia hari ini seperti kehilangan ketundukan sosial—tidak lagi tunduk pada kepentingan bersama, tetapi pada kepentingan kelompok dan tokoh.

Setiap momentum politik, rakyat dengan mudah digiring menjadi relawan. Kemudian muncul kelompok-kelompok yang membawa nama “Sedulur”, “Sahabat”, “Relawan” dan lain-lain. Semua mengatasnamakan rakyat, tetapi faktanya justru memecah rakyat itu sendiri. Yang awalnya satu wilayah Rukun Tetangga (RT) masyarakatnya guyup rukun bergotong royong, setelah tiba musim politik karena beda pilihan terus berkelompok yang awalnya sekadar mendukung, berubah menjadi fanatik. Yang seharusnya menjaga persaudaraan, berubah menjadi saling curiga.

banner 325x300

Relawan, seduluran dan apalah namanya, bukanlah hal yang buruk. Namun ketika relawan itu dibentuk bukan karena kesadaran, melainkan karena iming-iming, arahan elite, dan fasilitas terselubung, maka sejatinya rakyat sedang digiring menjadi alat politik, bukan subjek perubahan. Apalagi jika setelah itu relawan terus di-openi—diberi ruang, diberi peran, bahkan diberi posisi—bukan karena prestasi, tapi karena jasa dukungan. Di sinilah perpecahan terlihat dan mulai terpelihara.

Dan masyarakat tidak menyadari bahwa, Anehnya, para elite politik tetap pada rukun. Mereka bisa berunding dan berbagi kursi, sementara masyarakat di bawah sibuk saling sindir, saling blokir, saling intimidasi, bahkan saling benci. Inilah kenyataan getir: perpecahan masyarakat, dan kondisi seperti itu adalah keuntungan bagi elite politik yang memang di ciptakan.

Di tengah kemelut ini, bangsa kita makin kehilangan ketundukan, kepatuhan terhadap nilai-nilai luhur. Hilang rasa hormat antar warga, hilang keteladanan dari pemimpin, hilang kedewasaan dalam berdemokrasi. Yang tersisa hanyalah suara gaduh dan konflik tak berkesudahan.

Contoh riel adalah kasus isu ijasah palsu, seandainya para elite dan para orang orang hebat mau Tabayun, masing masing pihak menunjukan kenegaraeanannya, rakyat yakin persoalan itu bukan hal yang sulit.

Sudah saatnya rakyat sadar bahwa relawan sejati untuk negeri bukanlah yang sibuk membuat kaos dan dan memakainya untuk unjuk gigi deklarasi, tetapi relawan sejati adalah yang tetap berpikir jernih, berani bersikap kritis, dan tidak mau dimanfaatkan. Kita butuh kembali pada prinsip: bahwa politik adalah alat untuk memperbaiki hidup bersama, bukan alat untuk saling mengalahkan, dan bukan untuk memecah belah persatuan.

Jika kita ingin Indonesia menjadi bangsa yang rukun, bangsa yang bersatu dan bangsa yang berdaulat, maka hentikan budaya pecah belah yang dibungkus dalam kemasan “Relawan”. Bangkitkan kembali semangat gotong royong, bukan semangat golongan. Salam Nalar Akal Waras. (Redaksi|Suarakyat.com)

Disclaimer:
Tajuk ini merupakan pandangan redaksi Suarakyat.com yang dilandasi oleh semangat menjaga persatuan bangsa dan mendorong kedewasaan dalam kehidupan berdemokrasi. Tulisan ini tidak ditujukan untuk menyerang pihak atau kelompok manapun secara personal, melainkan sebagai bentuk keprihatinan atas fenomena sosial-politik yang berkembang di tengah masyarakat.
Suarakyat.com menjunjung tinggi kebebasan berpendapat yang bertanggung jawab dan tetap terbuka terhadap kritik serta pandangan berbeda yang disampaikan secara santun dan membangun.

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *