banner 728x250

Teman Masa Kecil Heran “Tiba-tiba Sarjana” Hebat. Luar biasa.

banner 120x600
banner 468x60

Teman Masa Kecil Heran “Tiba-tiba Sarjana” Hebat. Luar biasa.

Oleh: Redaksi Suarakyat.com

Di sebuah desa kecil di Kabupaten Boyolali, sebut saja “Pokil” (Nama di samarkan) bukanlah nama yang asing. Ia adalah warga biasa yang tumbuh bersama teman-temannya, bersekolah di SD yang sama, bermain di lapangan yang sama, dan berbagi kehidupan sederhana khas anak pedesaan yang polos.

banner 325x300

Namun, ada satu hal yang sejak dulu telah diketahui dan menjadi semacam “pengetahuan umum” di kalangan teman-teman sebayanya: Pokil tidak melanjutkan sekolah setelah lulus SD. Ketika yang lain mulai masuk SMP, lalu SMA, bahkan ada yang menapaki bangku kuliah, Pokil justru memilih jalan berbeda — merantau ke Jakarta, menikah, dan berkeluarga dan punya anak.

Tahun demi tahun berlalu. Tak ada yang mempermasalahkan latar belakang pendidikan Pokil— sampai suatu hari namanya berubah. Teman temannya ketika melihat di media sosial, dan di grup-grup WhatsApp desa, nama Pokil kini menyandang gelar “Sarjana Teknik” — lengkap dengan inisial di depan adatambahan nama, dan akhiran akademik di belakang namanya. Sontak, masyarakat pun bertanya-tanya: waoo, hebat ternyata Pokil kuliah dan pertanyaanpun mengalir, kapan Pokil kuliah, Di mana dia kuliah? Bagaimana caranya? Sebab selama ini, tak pernah terdengar ia kembali ke bangku pendidikan formal.

Rasa Ingin Tahu yang Tumbuh dari Kecurigaan temantemannya melalui media sosial, Awalnya, masyarakat menganggap hal ini sebagai urusan pribadi. Namun, berangkat dari isu nasional tentang dugaan ijazah palsu yang menyeret nama Presiden Joko Widodo rupanya berdampak secara sosial. Kecurigaan dan rasa ingin tahu publik meningkat. Jika presiden pun bisa dituduh seperti itu — apalagi rakyat biasa?

Nama Pokil pun ikut menjadi perbincangan ketikateman teman seangkatan dan seumurnya teman bermain masa kecilnya, Bukan karena Pokil terkenal, bukan pula karena ia pejabat — tapi karena masyarakat merasa “ada yang aneh, ada yang janggal.” Fenomena “tiba-tiba sarjana” menjadi sorotan tajam karena bisa menimbulkan pertanyaan tentang integritas, kejujuran, dan legalitas dalam penggunaan gelar akademik.

Dengan fenomena ini Bagaimana Hukum Melihat Ijazah Palsu? Dalam sistem hukum Indonesia, pemalsuan ijazah adalah tindak pidana. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa setiap penyelenggaraan pendidikan harus sesuai dengan standar nasional. Jika seseorang memalsukan ijazah, maka ia dapat dijerat dengan:

Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat, yang ancaman hukumannya bisa sampai 6 tahun penjara.

Selain itu, jika gelar akademik digunakan untuk mendapat keuntungan (misalnya melamar kerja, jabatan, atau proyek), maka dapat masuk pula ke tindak pidana penipuan (Pasal 378 KUHP).

Bila dilakukan secara sistematis oleh lembaga palsu atau komplotan, dapat masuk ranah pidana pendidikan dan perdata, bahkan Tindak Pidana Korupsi jika ada penyalahgunaan dana atau jabatan publik.

Kalau kita telusur Antara Cita-cita dan Realita, Tentu, kita semua setuju bahwa pendidikan itu penting, dan siapa pun boleh bermimpi menjadi sarjana, bahkan setelah dewasa. Banyak yang kuliah daring, paket C, lalu lanjut S1. Tetapi masyarakat juga berhak tahu bahwa proses pendidikan harus dijalani dengan jujur, terbuka, dan legal.

Kalau Pokil benar-benar kuliah diam-diam dan lulus, kita patut memberi apresiasi “Selamat atas kesuksesannya”. Tapi kalau ternyata gelar itu hanya “tempelan kosong” tanpa dasar akademik yang sah, maka ini adalah bentuk penyesatan publik yang berbahaya, sekalipun dilakukan oleh orang biasa.

Kalimat yang tepat adalah Jujur Lebih Terhormat dari Sekadar Bergelar, Dugaan dugaan yang muncul, ketika ijazah bisa dibeli secara daring dan gelar bisa diperoleh dari “kampus kilat”, kejujuran menjadi kemewahan. Jangan sampai gelar jadi simbol palsu yang menutupi kenyataan. Karena pada akhirnya, masyarakat bukan menilai dari huruf di depan atau belakang nama kita, tapi dari integritas dan kerja nyata.

Dan untuk siapa pun yang merasa dirinya “tiba-tiba sarjana” — ingatlah: lebih baik menjadi orang biasa yang jujur daripada bergelar palsu tapi menjadi bahan gunjingan warga dan berisiko berurusan dengan hukum. Salam Nalar akal waras.

 

Disclaimer:

Tulisan ini merupakan opini publik yang disusun berdasarkan pengamatan sosial dan keresahan masyarakat terkait fenomena penggunaan gelar akademik yang diragukan keabsahannya.

Nama, tokoh, dan situasi dalam artikel ini digunakan untuk kepentingan ilustratif dan bukan tuduhan hukum kepada individu tertentu.

Penulis tidak bermaksud memfitnah, merugikan, atau menghakimi siapa pun secara personal. Apabila terdapat kesamaan nama atau kejadian, hal itu bersifat kebetulan belaka.
Kebenaran administratif atas gelar atau ijazah seseorang sepenuhnya merupakan kewenangan lembaga pendidikan dan aparat hukum yang berwenang.

Suarakyat.com menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah.

 

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *