Opini Publik: Miris, Guru Jadi Kambing Hitam. Di bilang “Beban Negara”
Oleh : Redaksi Suarakyat.com
Suarakyat.com – 19 Agustus 2025 – Pernyataan Menkeu Sri Mulyani yang menyebut guru “beban negara” membuat hati rakyat kecil teriris. Bagaimana mungkin sosok yang mencetak generasi bangsa disebut beban?
Padahal kenyataannya, guru masih sering jadi sasaran. Ada kebijakan pengadaan LKS, guru diserang. Ada pungutan kegiatan sekolah, guru disalahkan. Padahal, banyak kebijakan bukan dari guru, melainkan dari sistem pendidikan itu sendiri.
Baca juga :
Opini: Belajar Dari Falsafah Jawa “Bolongan Songo”.
Bandingkan dengan wakil rakyat. Gaji dan tunjangan mereka bisa menembus lebih dari Rp100 juta per bulan. Bahkan belakangan publik dihebohkan dengan video anggota dewan yang berjoget penuh kegembiraan setelah kabar soal tambahan kompensasi cair. Rakyat yang menonton hanya bisa geleng kepala: beginikah wajah pejabat yang katanya wakil rakyat?
Lebih ironis lagi, banyak pemilih bahkan tidak tahu anggota dewan yang dulu dipilihnya kini duduk di komisi apa, bekerja untuk apa. Kerja nyatanya tidak jelas, tetapi gaji dan fasilitasnya terus mengalir.
Sementara itu, ada kabupaten yang hingga kini belum punya Perda tentang miras—masalah serius yang bisa merusak generasi muda. Aneh, rakyat diam saja. Tetapi ketika soal LKS atau pungutan sekolah, guru yang justru diserang habis-habisan.
Jadi, siapa sebenarnya yang lebih pantas disebut “beban”? Guru dengan gaji pas-pasan yang tetap setia mengajar meski serba kekurangan? Atau dewan yang bergaji besar, berpesta joget, sementara rakyat bahkan tidak tahu apa kerjanya?
Guru adalah pengabdi bangsa. Beban sejati ada di pundak pejabat yang hidup mewah dari uang rakyat, tapi kerja nyatanya dipertanyakan.
Disclaimer:
Tulisan/opini ini disusun berdasarkan informasi yang berkembang di media sosial dan pemberitaan publik. Tujuannya sebagai bentuk kritik sosial dan aspirasi rakyat kecil, bukan untuk menyerang pribadi atau lembaga tertentu. Jika terdapat perbedaan data atau interpretasi, hal tersebut sepenuhnya tanggung jawab penulis sebagai bagian dari kebebasan berpendapat.