banner 728x250

Makna Mendalam di Balik Pepatah Jawa: “Suwargo Nunut, Neroko Katut”

banner 120x600
banner 468x60

Makna Mendalam di Balik Pepatah Jawa: “Suwargo Nunut, Neroko Katut”

Oleh: Muhamad Sarman|Suarakyat.com

banner 325x300

Bahasa Jawa menyimpan banyak pepatah yang sederhana dalam bentuk, namun dalam maknanya. Salah satunya adalah “Suwargo Nunut, Neroko Katut.”
Secara harfiah, pepatah ini berarti “Kalau ke surga ikut, kalau ke neraka terbawa.” Ungkapan ini menggambarkan kesetiaan yang mutlak, sekaligus peringatan moral tentang konsekuensi dari pilihan hidup seseorang.

Makna Filosofis

Dalam tradisi Jawa, pepatah ini paling sering dikaitkan dengan hubungan suami-istri.
Seorang istri digambarkan sebagai sosok yang “nunut” (mengikuti) suaminya — bukan dalam arti buta atau lemah, tetapi karena ikatan batin dan tanggung jawab moral. Artinya, ke mana pun arah hidup suami, sang istri akan turut merasakan akibatnya, baik menuju kebaikan (suwargo) maupun keburukan (neroko).

Namun lebih luas dari itu, pepatah ini juga bermakna bahwa setiap manusia yang memilih untuk mengikuti seseorang — entah pemimpin, guru, atau panutan — harus siap menanggung hasil dari pilihannya.
Kalau yang diikuti membawa ke jalan kebenaran, ia akan turut menikmati kebaikan. Sebaliknya, kalau yang diikuti tersesat, ia pun ikut menanggung akibatnya.

Makna Sosial dan Politik

Dalam konteks kehidupan sosial dan politik masa kini, “Suwargo Nunut, Neroko Katut” menjadi cermin bagi rakyat terhadap pemimpinnya.
Ketika rakyat memilih dan mendukung pemimpin dengan penuh kepercayaan, maka apa pun kebijakan dan tindakan pemimpin itu pada akhirnya akan berdampak kepada rakyatnya juga.

Baca juga:

NCC 2025: Wujudkan Kedaulatan Digital untuk Ekonomi Indonesia yang Tangguh

Jika pemimpinnya adil, jujur, dan mengutamakan kesejahteraan rakyat, maka masyarakat akan turut merasakan “suwargo” — kehidupan yang tenteram dan makmur.
Sebaliknya, jika pemimpin korup, menyeleweng, dan menyalahgunakan kekuasaan, maka rakyat pun akan “katut neroko” — ikut menanggung derita akibat keserakahan dan kebijakan yang salah arah.

Pepatah ini mengingatkan agar rakyat tidak sekadar ikut atau manut tanpa berpikir kritis. Setiap dukungan, pilihan, dan kepercayaan membawa konsekuensi moral dan sosial.

Makna Spiritual

Dalam sisi spiritual, pepatah ini juga berbicara tentang keterikatan batin dan tanggung jawab moral.
Orang yang selalu mengikuti jalan kebaikan — menolong sesama, berbuat jujur, beramal dengan ikhlas — akan menuju “suwargo,” yaitu kedamaian batin dan pahala akhirat.
Namun bila seseorang membiarkan dirinya terjerumus dalam perbuatan buruk atau mengikuti lingkungan yang salah, maka cepat atau lambat, ia akan ikut “katut neroko,” atau mengalami akibat dari keburukan itu sendiri.

Pepatah “Suwargo Nunut, Neroko Katut” bukan sekadar ajaran tentang kesetiaan, melainkan peringatan agar manusia bijak menentukan arah hidupnya.
Dalam rumah tangga, artinya suami dan istri harus saling menuntun menuju kebaikan.
Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, artinya rakyat dan pemimpin sama-sama harus sadar bahwa apa pun yang mereka lakukan hari ini akan menentukan nasib bersama — apakah menuju suwargo atau justru neroko. Salam Nalar, Akal Waras.

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *