Tradisi Bagi Kursi dan Kue Pasca Pemilu: Wajah Asli Politik Kita
Oleh : Muhamad Sarman|Suarakyat.com
Satu tahun sudah Piliada berlalu, Tradisi bagi kursi pasca pemilu sudah menjadi hal yang lumrah di negeri ini. Yang kebagian akan tersenyum gembira, sementara yang tidak kebagian akan mulai mencari celah kesalahan. Begitulah politik — bukan lagi soal gagasan dan pengabdian, tetapi soal posisi dan pembagian kekuasaan.
Setiap kali pemilu usai, panggung demokrasi berubah menjadi pasar transaksi. Jabatan diperlakukan seperti barang dagangan, dihitung berdasarkan kontribusi dan kepentingan. Janji kampanye tentang rakyat sering kali memudar seiring kursi kekuasaan terbagi rata di antara para elit dan pendukung.
Yang paling ironis, rakyat hanya menjadi penonton. Mereka bersorak saat kampanye, tapi dilupakan setelah kursi didapat. Politik semestinya menjadi jalan pengabdian, bukan arena pembagian rezeki kekuasaan.
Dan yang lebih ironis lagi, yang saat pemilu bersebrangan, kini mulai mendekat ke pihak yang menang untuk mencari panggung, hal itu di lakukan hanya semata mata untuk menjaga citranya di mata masyarakat,
Inilah wajah politik kita hari ini — penuh senyum kemenangan di satu sisi, dan bisik-bisik kekecewaan di sisi lain. Namun satu hal pasti: rakyat selalu menunggu, apakah kali ini kursi kekuasaan benar-benar akan digunakan untuk mereka, atau sekadar untuk mengokohkan kedudukan m inereka yang menang.


















