Politik Ibarat Tangga: Rakyat yang jadi Pijakan Untuk Naik dan Turun
Suarakyat.com – 19 Agustus 2025 – Politik sering digambarkan sebagai seni meraih dan mempertahankan kekuasaan. Namun dalam kenyataan sehari-hari, politik bisa kita ibaratkan seperti sebuah tangga. Ada yang memanjat ke atas untuk meraih puncak kekuasaan, ada yang menjadi anak tangga yang diinjak, dan ada pula yang menjadi tiang penyangga agar tangga tetap berdiri kokoh.
Siapa yang Naik Tangga?
Yang menaiki tangga tak lain adalah para politikus dan penguasa. Mereka ingin berada di puncak, menikmati posisi tertinggi dengan segala kewenangan yang melekat. Untuk sampai ke sana, tentu mereka butuh tangga—dan di situlah rakyat serta lingkaran kekuasaan memainkan peran.
Anak Tangga: Rakyat yang Selalu Siap Dipijak
Anak tangga adalah pijakan setiap langkah. Ia tidak bisa memilih, hanya siap diinjak.
Dalam dunia politik, rakyat ibarat anak tangga itu. Mereka dipakai sebagai pijakan setiap kali politikus butuh naik. Saat musim pemilu datang, rakyat dicari, disapa, bahkan dijanjikan berbagai macam kebaikan. Tapi begitu sang politikus sudah sampai di atas, rakyat sering dilupakan.
Baca juga :
Mulut Yang bebas Bersuara dan Anus Yang Pakem Bersuara: Mana yang Lebih Jujur, Bau Mulut atau Bau Kentut.
Namun saat politikus harus turun—entah karena jabatan berakhir atau kekuasaan bergeser—mereka kembali membutuhkan anak tangga untuk turun dengan selamat. Begitu seterusnya: rakyat dipakai untuk naik, dilupakan ketika di atas, lalu dipakai lagi ketika turun.
Tiang Penyangga: Partai dan Elite Kekuasaan
Tangga tak akan berdiri tanpa tiang penyangga di kanan dan kiri. Dalam politik, inilah peran partai politik, birokrasi, dan elite pendukung. Mereka menahan beban, menopang, dan memastikan yang naik bisa tetap seimbang. Bila tiang penyangga rapuh, yang naik bisa terjatuh.
Rakyat yang Hanya Jadi Alat
Perumpamaan tangga ini mengajarkan kita satu hal: betapa seringnya rakyat hanya diperlakukan sebagai alat. Sebagai pijakan untuk naik, bukan sebagai tujuan utama dari kekuasaan. Padahal, semestinya tangga itu ada agar semua orang bisa mencapai kehidupan yang lebih baik—bukan hanya segelintir orang di puncak.
Menyadari Peran, Menuntut Perubahan
Jika rakyat terus rela menjadi anak tangga yang hanya diinjak, maka siklus ini akan berulang tanpa henti. Rakyat harus sadar bahwa posisi mereka bukan sekadar pijakan, tetapi seharusnya menjadi alasan utama mengapa kekuasaan itu ada. Politik mestinya mengangkat rakyat, bukan sekadar menggunakan rakyat untuk naik lalu melupakan mereka di bawah.
Pada akhirnya, pertanyaannya sederhana: apakah rakyat akan terus rela menjadi anak tangga yang diinjak, ataukah mulai menuntut agar politik benar-benar dijalankan untuk kepentingan mereka?
Penulis| Jiyono|Editor|MSar
Disclaimer:
Artikel opini yang dimuat di Suarakyat.com sepenuhnya merupakan pandangan pribadi penulis. Isi tulisan tidak mewakili atau mencerminkan sikap resmi redaksi Suarakyat.com.
Segala data, analisis, maupun pernyataan yang tertuang dalam artikel opini menjadi tanggung jawab penulis.
Suarakyat.com memberikan ruang bagi publik untuk menyampaikan pandangan, gagasan, dan kritik sebagai wujud partisipasi dalam demokrasi serta kebebasan berekspresi yang dijamin oleh konstitusi.