banner 728x250

Opini Publik: Rakyat yang Gagal Paham, atau DPR yang Salah Hitung?

banner 120x600
banner 468x60

Opini Publik: Rakyat yang Gagal Paham, atau DPR yang Salah Hitung?

Suarakyat.com – 22 Agustus 2025, Publik kembali dibuat bingung dengan pernyataan seorang anggota DPR yang menyinggung soal tunjangan kontrakan rumah sebesar Rp3 juta per bulan. Dalam penjelasannya, angka Rp3 juta tersebut dihitung dengan cara dikalikan 26 hari, sehingga menjadi Rp78 juta. Perhitungan itu kemudian dibandingkan dengan gaji Rp50 juta per bulan, yang akhirnya menimbulkan kesan bahwa anggota dewan justru nombok.

banner 325x300

Logika seperti ini jelas membuat rakyat mengernyitkan dahi. Bagaimana mungkin tunjangan bulanan Rp3 juta tiba-tiba dihitung seolah-olah menjadi Rp78 juta? Bukankah kontrakan rumah dibayar bulanan, bukan harian?

Kalau logikanya demikian, rakyat kecil pun bisa berangan-angan. Buruh dengan gaji Rp3 juta per bulan bisa saja berkata: “Kalau saya hitung per detik, penghasilan saya miliaran.” Namun kenyataan di lapangan jelas berbeda, karena uang yang diterima tetap Rp3 juta, tidak lebih.

Baca juga: 

Upacara Penutupan TMMD Sengkuyung Tahap III Tahun 2025 di Boyolali Berlangsung Khidmat

Baca juga:

GAKI Gelar Munas di Gunungkidul, Teguhkan Komitmen Perlawanan terhadap Korupsi

Perbandingan Gaji DPR vs UMR

Untuk memberi gambaran, mari bandingkan secara sederhana:

Gaji & tunjangan anggota DPR: sekitar Rp50 juta per bulan.

Rata-rata UMR di Indonesia tahun 2025: berkisar Rp2,5 juta – Rp4,5 juta per bulan.

Artinya, seorang anggota DPR menerima setidaknya 10 kali lipat dari penghasilan buruh atau pekerja dengan UMR. Dengan angka sebesar itu, wajar jika rakyat bingung ketika masih ada keluhan “nombok” dari wakil rakyat.

Realita Rakyat Kecil

Rakyat dengan gaji Rp3 juta per bulan harus mengatur ketat pengeluaran. Misalnya:

Sewa rumah kontrakan sederhana: Rp700 ribu – Rp1 juta per bulan.

Listrik & air: Rp300 ribu – Rp500 ribu per bulan.

Belanja kebutuhan pokok: Rp1,5 juta – Rp2 juta per bulan.

Ongkos sekolah anak: Rp500 ribu – Rp1 juta per bulan.

Dengan hitungan sederhana ini, rakyat kecil jelas hidup pas-pasan. Bahkan sering harus berutang untuk menutup kebutuhan harian.

Rakyat Sudah Capai

Yang lebih menyedihkan, statemen DPR ini justru ramai diketahui publik dari media sosial. Padahal rakyat sudah capai setiap hari disuguhi tontonan yang melelahkan: debat kusir soal ijazah, kasus Silfester yang belum juga tuntas, muncul kabar DPR merasa nombok, dan terbaru OTT yang menyeret Noel.

Alih-alih menghadirkan solusi untuk persoalan bangsa yang lebih mendesak, publik justru disuguhi drama-drama kecil yang membuang energi. Tak heran jika banyak yang akhirnya merasa: “kok hidup makin berat, tapi yang dipertontonkan malah seperti sandiwara?”

Siapa Sebenarnya yang Gagal Paham?

Di tengah situasi ekonomi yang serba sulit, pernyataan seperti ini justru memperlebar jarak antara wakil rakyat dengan rakyatnya sendiri. Gaji Rp50 juta per bulan masih dianggap kurang, sementara rakyat kecil harus bertahan hidup dengan penghasilan pas-pasan.

Rakyat tentu berharap wakilnya di Senayan bisa berbicara dengan logika yang sederhana dan membumi. Jangan sampai pernyataan yang keluar justru membingungkan publik, seolah-olah rakyatlah yang gagal paham.

Faktanya, rakyat tidak gagal paham. Justru rakyat semakin paham bahwa di balik hitung-hitungan yang rumit itu, ada cara pandang yang salah: merasa gaji besar masih tidak cukup, sementara rakyat kecil belajar menerima kenyataan dengan penuh kesabaran.
Kontributor: Jiyono
Editor: MSar

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *