Opini Publik: Andai saja Syariat, Hakikat, dan Makrifat nya Kuat, Negeri ini Bisa bebas dari Korupsi.
Oleh : Muhamad Sarman|Redaktur Suarakyat.com.
Kalau syariat benar-benar ditegakkan oleh pejabat, artinya hukum Allah dijalankan secara adil, tidak tebang pilih.
Kalau hakikat meresap dalam hati pejabat, maka setiap kebijakan lahir dari keikhlasan dan kesadaran bahwa rakyat adalah amanah.
Kalau makrifat tertanam dalam jiwa pejabat, maka ia akan merasa selalu diawasi Allah, sehingga mustahil berkhianat pada jabatan.
Maka jelas, kalau syariat, hakikat, dan makrifatnya kuat, negeri ini akan maju. Rakyat tidak lagi jadi korban permainan, pejabat tidak lagi sibuk dengan kepentingan diri, dan pembangunan berjalan dengan berkah.
Kalau bicara agama, hampir semua pejabat kita pandai mengutip ayat. Panggung politik selalu dibuka dengan salam, ditutup doa panjang, bahkan kadang sambil menangis seolah-olah paling takut sama Tuhan. Itu semua bagian dari syariat—kulit luar agama yang memang mudah ditampilkan.
Tapi pertanyaannya, apakah syariat itu benar-benar hidup dalam hatinya? Di sinilah kita bicara soal hakikat. Hakikat itu inti dari ibadah. Shalat mestinya mencegah perbuatan keji dan mungkar. Puasa mestinya menahan nafsu serakah. Zakat mestinya membuatnya peduli pada fakir miskin. Tapi di negeri ini, banyak pejabat shalat jalan, korupsi pun jalan; doa panjang, proyek mark-up tetap disahkan; puasa ikut, tapi nafsu jabatan dan anggaran tak pernah puas.
Baca juga :
DPR RI Jawab Tuntutan Aksi 17+8, Sepakati Pemangkasan Tunjangan dan Moratorium Kunker Luar Negeri
Lalu bagaimana dengan makrifat? Makrifat itu puncak, yaitu mengenal Allah dengan sebenar-benarnya kenal. Orang yang sampai pada makrifat akan takut menyakiti rakyat, takut makan uang haram, dan sadar jabatan hanyalah titipan yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Kalau pejabat kita sudah makrifat, mestinya negeri ini makmur, rakyatnya sejahtera, dan kebijakan penuh keberpihakan. Tapi apa kenyataannya? Rakyat makin susah, pejabat makin kaya.
Artinya, banyak pejabat kita hanya berhenti di syariat seremonial—sekadar ucapan dan tampilan religius. Hakikatnya kosong, makrifatnya hilang. Yang ada hanyalah kepentingan, kursi, dan proyek.
Maka wajar kalau rakyat kecil sering nyeletuk:
👉 “Pejabat itu kalau bicara agama, pandai sekali. Tapi kalau bicara amanah, entah ke mana larinya.”
Sudah saatnya kita menuntut bukan hanya pejabat yang pandai bersyariat, tapi juga yang paham hakikat dan sampai pada makrifat. Sebab tanpa itu semua, agama hanya jadi hiasan panggung, sementara rakyat tetap menanggung.
Disclaimer:
Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis yang dimuat di Suarakyat.com. Segala pandangan, kritik, dan sindiran dalam artikel ini ditujukan sebagai refleksi moral dan sosial, bukan untuk menyerang pribadi atau kelompok tertentu. Isi artikel sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis, tidak selalu mencerminkan sikap resmi redaksi Suarakyat.com.