Opini Publik: Investor Masuk Desa, BUMDes Mati Suri, Siapa Untung?
Oleh: Muhamad Sarman
Tanah Kas Desa (TKD) sejatinya adalah aset strategis milik desa yang semestinya dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran warga. UU Desa No. 6 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa, dengan tegas menyebutkan bahwa aset desa, termasuk TKD, harus dikelola secara transparan, partisipatif, dan berorientasi pada kepentingan masyarakat desa.
Namun yang terjadi di lapangan sering kali jauh panggang dari api. Di sejumlah desa, di Jawa Tengah, diduga banyak muncul fenomena ironis: tanah kas desa yang strategis dijadikan lokasi wisata, tetapi bukan oleh desa sendiri atau Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), melainkan oleh pihak investor luar. Padahal, desa sudah punya BUMDes, walau sayangnya nanyak BUMDes yang mati suri, tidak bergerak, tidak berdaya, dan tidak menghasilkan manfaat nyata bagi warga.
Lalu, kenapa justru investor luar yang digandeng dengan dalih MoU (Memorandum of Understanding)? Bukankah idealnya desa memperkuat BUMDesnya jika tidak ada Musyawarah Desa (Musdes) yang netral tidak pilih pilih, agar Pemerintah Desa sebagai ujung tombak ekonomi desa, sehingga keuntungan dan manfaat bisa dirasakan langsung oleh warga? Dalam praktiknya, MoU dengan investor kerap dilakukan tanpa sosialisasi memadai kepada warga, tanpa pelibatan musyawarah desa yang sejati. Ujungnya, desa hanya dapat “sewa” atau “kompensasi”, sementara keuntungan besar mengalir ke kantong investor.
Kalau begini, untuk siapa wisata dibangun? Untuk siapa tanah kas desa digunakan?
Kita tidak anti-investor. Kita sadar, ada keterbatasan modal dan pengalaman di desa. Tapi ketika BUMDes dibiarkan mati suri dan peluang emas justru diberikan kepada pihak luar tanpa upaya membenahi potensi internal, di situlah letak kegagalan tata kelola desa. Desa seharusnya jadi subyek pembangunan, bukan sekadar penonton yang menyewakan tanahnya.
Sudah waktunya ada transparansi dalam pengelolaan TKD. Sudah saatnya BUMDes direvitalisasi dengan manajemen profesional dan diawasi warga. Dan sudah waktunya warga berani bertanya: apakah keputusan menggandeng investor sudah benar-benar demi kemaslahatan bersama? (MSar|Suarakyat.com)