Renungan di Usia 63 Tahun: Antara Syukur, Suka, dan Duka
Hari ini 5 Nopember 2025, genap usiaku 63 tahun. Sebuah angka yang tidak lagi muda, tapi juga belum sepenuhnya renta. Di usia ini, banyak kenangan yang melekat—tentang perjuangan, tentang cinta, tentang kegagalan dan keberhasilan yang silih berganti seperti musim.
Setiap tahun bertambah, rasanya bukan sekadar perayaan umur, tetapi juga ajang untuk bercermin. Aku melihat kembali perjalanan panjang yang telah kulewati: dari masa muda yang penuh semangat hingga masa kini yang lebih tenang namun sarat makna. Ada suka, ada duka. Ada tawa yang menghangatkan, ada air mata yang menetes dalam diam. Semua menjadi bagian dari mozaik kehidupan yang tak ternilai.
Baca juga:
Saksi Kunci Dr. Rudi Rusdiah Ungkap Fakta Palsu dan Rekayasa Hukum Sistematis Gugatan APKOMINDO
Namun di balik rasa syukur itu, masih terselip satu perasaan: aku merasa belum mampu memberikan yang terbaik untuk keluarga. Entah karena keterbatasan waktu, tenaga, atau mungkin karena cita-cita yang belum tercapai. Kadang hati kecil ini bertanya—apakah pengorbanan selama ini sudah cukup? Apakah cinta dan perhatian yang kuberikan telah terasa bagi mereka yang kucintai?
Meski begitu, aku percaya, hidup bukan tentang siapa yang paling cepat mencapai tujuan, melainkan siapa yang tetap berjalan meski jalannya penuh liku. Aku masih ingin berbuat lebih, menjadi lebih bermanfaat, dan menebar kebaikan di sisa umur yang Allah berikan.
Usia 63 bukan akhir, tapi fase baru untuk memperbaiki diri, memperdalam makna ibadah, dan memperkuat ikatan dengan keluarga serta masyarakat. Setiap detik yang tersisa adalah kesempatan berharga untuk menanam kebaikan dan memetik keberkahan.
Terima kasih Ya Allah, atas umur, kesehatan, dan kesempatan untuk terus belajar menjadi manusia yang lebih baik. Dan untuk keluarga tercinta, semoga aku masih diberi kekuatan untuk membalas cinta kalian dengan kasih dan ketulusan yang tak pernah habis.
“Barakallah fii umri, semoga sisa hidup ini menjadi ladang amal yang membawa keberkahan untuk semua.”
