“Sedikit-Dikit Pidana”: Antara Perlindungan dan Pemanjaan Kepala Desa

“Sedikit-Dikit Pidana”: Antara Perlindungan dan Pemanjaan Kepala Desa

Oleh: JIYONO|Ketua LSM GAKI Jawa Tengah.

Pernyataan Gubernur Jawa Tengah dalam sebuah pidato resmi yang menyebut “sedikit-dikit pidana” menuai sorotan dari berbagai kalangan. Ucapan tersebut muncul dalam konteks membela para kepala desa yang kerap kali dihadapkan pada persoalan hukum dalam menjalankan tugasnya. Namun, pernyataan ini justru menimbulkan perdebatan: benarkah ini bentuk perlindungan, atau justru bentuk pemanjaan terhadap aparatur desa?

Sebagai pemimpin daerah, seorang gubernur memang memiliki tanggung jawab moral untuk mendampingi para kepala desa yang sering berhadapan langsung dengan persoalan administrasi, keuangan, dan pelayanan publik. Namun, dalam negara hukum, tidak boleh ada kesan bahwa jabatan tertentu bisa kebal dari proses hukum—terutama jika pelanggaran yang dilakukan sudah masuk dalam ranah pidana.

Rakyat melihat bahwa di banyak tempat, kepala desa menjadi aktor penting dalam pembangunan. Tetapi mereka juga melihat adanya potensi penyalahgunaan wewenang yang tidak jarang merugikan masyarakat desa itu sendiri. Karena itu, wajar jika muncul kecurigaan bahwa pernyataan “sedikit-dikit pidana” justru berpotensi melemahkan semangat pemberantasan korupsi di level paling bawah.

Sementara itu, Jiyono, seorang pegiat sosial di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Anti Korupsi Independen (GAKI) Jawa Tengah, mengatakan, “Kami tidak anti kepada kepala desa. Tapi kalau mereka salah, ya harus diproses. Jangan sampai pernyataan dari atas justru membuat mereka merasa di atas hukum. Itu bahaya.”

Sikap bijak seharusnya menempatkan hukum sebagai penyeimbang antara pembinaan dan penindakan. Jika kepala desa melakukan kesalahan administratif karena kurang paham aturan, tentu harus dibina. Tapi jika terjadi pelanggaran berat yang merugikan keuangan desa atau rakyat, maka penegakan hukum tetap harus berjalan tanpa pandang bulu.

Gubernur perlu mengklarifikasi maksud pernyataannya agar tidak menimbulkan kesan bahwa pemerintah daerah cenderung melindungi kepala desa dari proses hukum. Sebaliknya, yang dibutuhkan saat ini adalah penguatan kapasitas desa, pembinaan yang konsisten, serta pendampingan hukum preventif—bukan justru pembelaan yang bisa dimaknai sebagai toleransi terhadap pelanggaran.

Rakyat tidak menolak pembinaan terhadap kepala desa, tetapi rakyat juga ingin kepastian bahwa hukum tetap menjadi panglima. Jika kepala desa benar, harus dilindungi. Tapi jika salah, jangan diberi jalan bebas.(Editor: MSar|Suarakyat.com) 

Exit mobile version