Debat Elit, Rakyat Menonton: Kapan Rakyat Jadi Pokok Bahasan?”
Oleh: Redaksi Suarakyat.com
Boyolali, Suarakyat.com – (12/6/2025) Beberapa waktu lalu, ruang publik kembali dihebohkan oleh tayangan debat panas antara Penasehat Kapolri Aryanto dengan Pengacara kondang Khozinuddin. Keduanya tampil penuh energi, saling lempar argumen, menyuguhkan opini keras dan pembelaan diri yang sengit. Penonton? Rakyat biasa. Mereka yang menonton dari warung kopi, rumah kontrakan sempit, atau lewat ponsel bekas dengan kuota pas-pasan.
Potret ini bukan hal baru. Elit politik dan hukum saling serang di panggung debat, sementara rakyat hanya bisa mengamati — tak dilibatkan, tak dibahas secara substansial. Yang diperdebatkan lagi-lagi bukan nasib rakyat kecil, tapi soal Isu ijasah palsu, soal posisi, persepsi, dan pertarungan pengaruh di balik layar kekuasaan.
Padahal, masalah rakyat sudah cukup menumpuk. Menurut data BPS per Maret 2025, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 25,3 juta jiwa, atau 9,12% dari total populasi. Angka ini naik dibanding periode sebelumnya, seiring melonjaknya harga bahan pokok, BBM, dan biaya pendidikan.
Ekonom senior Faisal Basri pernah berkata, “Kita ini negara kaya sumber daya, tapi kemiskinan masih jadi pemandangan sehari-hari. Masalahnya bukan kekurangan uang, tapi kemauan politik yang minim.”
Dan benar adanya. Dalam banyak forum elit, isu kemiskinan sering dijadikan bumbu, bukan fokus utama. Padahal, rakyat sangat ingin melihat perdebatan seru — tapi tentang hal-hal yang menyentuh kehidupan mereka:
Bagaimana menghapus pungli di sekolah negeri?, Kapan harga beras turun lagi? KApa solusi untuk petani yang terjerat utang pupuk dan hasil panen tak laku?
Sayangnya, yang terjadi justru debat antar tokoh elit soal integritas pribadi, soal loyalitas, soal siapa yang paling berhak bicara. Ini seperti melihat pertunjukan wayang, tapi yang dipertontonkan bukan lakon Pandawa melawan Kurawa — melainkan dalang saling jegal sesama dalang.
Sosiolog Imam B. Prasodjo menegaskan,
“Demokrasi itu bukan cuma soal kebebasan bicara, tapi bicara tentang yang penting bagi rakyat. Kalau elit sibuk berdebat tapi substansinya bukan untuk rakyat, itu hanya sirkus politik.”
Kami di Suarakyat.com tidak anti-debat. Kami tidak membenci perbedaan pendapat. Tapi kami rindu melihat elit bangsa beradu gagasan tentang solusi nyata untuk rakyat miskin, bukan debat kusir soal gengsi jabatan.
Bayangkan jika Aryanto dan Khozinuddin saling silang argumen tentang: Cara menekan inflasi bahan pokok, Sistem bantuan sosial yang lebih transparan, Strategi hukum memberantas mafia tanah dan tambang, Bukankah debat seperti itu lebih membangun, lebih berfaedah?
Sudah saatnya para elit tidak lagi menjadikan rakyat sekadar latar belakang, tetapi pusat dari setiap perdebatan. Rakyat bukan cuma penonton, mereka adalah pemilik sah negeri ini. Jangan terus-menerus mempersembahkan tontonan kosong. Berikan ruang bagi harapan tumbuh — lewat debat yang menyentuh akar persoalan rakyat.
Karena kalau elit sibuk bertengkar soal kekuasaan, siapa yang akan memperjuangkan nasib mereka yang tidak punya kuasa? [Editor|MSar|Suarakyat.com
Suarakyat.com – Menyuarakan yang tak terdengar, Dalam Nalar Salam Akal Waras. Merdeka.