banner 728x250

Dugaan Mafia Peradilan APKOMINDO: Soegiharto Santoso Desak MA Audit 9 Putusan Kontradiktif

banner 120x600
banner 468x60

Dugaan Mafia Peradilan APKOMINDO: Soegiharto Santoso Desak MA Audit 9 Putusan Kontradiktif

Jakarta, Suarakyat.com – 27 September 2025 – Soegiharto Santoso, Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (APKOMINDO) yang sah, kembali menyoroti dugaan praktik rekayasa hukum sistematis yang dinilainya mengancam marwah peradilan Indonesia. Sorotan ini disampaikan menyusul dinamika sidang Perkara No. 212/G/2025/PTUN.JKT serta tiga surat resmi yang telah ia layangkan kepada pimpinan Mahkamah Agung (MA) RI.

banner 325x300

Kontradiksi Fatal dalam Dokumen Resmi

Soegiharto menyoroti adanya kontradiksi mutlak dalam dokumen hukum yang disusun oleh Kula Mitra Law Firm, kuasa hukum penggugat. Untuk peristiwa yang sama, yaitu Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) APKOMINDO pada 2 Februari 2015, firma hukum tersebut justru menghadirkan dua versi susunan kepengurusan yang berbeda.

Dalam Surat Gugatan Perkara No. 212/G/2025/PTUN.JKT disebutkan susunan: Ketua Umum Rudy Dermawan Muliadi, Sekretaris Jenderal Faaz Ismail, Bendahara Adnan.

Sementara dalam Memori Kasasi Perkara No. 2070 K/PDT/2025, untuk tanggal dan peristiwa yang sama, disebutkan susunan berbeda: Ketua Umum Rudi Rusdiah, BE., MA., Sekretaris Jenderal Rudi D. Muliadi, Bendahara Suharto Juwono.

Lebih jauh, dalam Akta Notaris No. 55 tanggal 24 Juni 2015, yang merujuk pada peristiwa Munaslub 2015, tidak terdapat pencatatan pemilihan pengurus APKOMINDO sama sekali. Ironisnya, putusan Perkara No. 633/Pdt.G/2018/PN JKT.SEL justru menyatakan Ketua Umum adalah Rudy Dermawan Muliadi dan Sekretaris Jenderal Faaz Ismail.

“Pertanyaan hukumnya sederhana: bagaimana mungkin satu firma hukum bisa menyajikan dua ‘fakta’ berbeda untuk peristiwa yang sama? Ini bukan sekadar kelalaian, melainkan indikasi kuat obstruction of justice (penyesatan peradilan) dan pelanggaran serius etika profesi,” tegas Soegiharto, yang akrab disapa Hoky.

9 Putusan Beruntun dengan Fondasi Rapuh

Lebih memprihatinkan, kontradiksi ini justru menjadi dasar kemenangan 9 perkara beruntun di berbagai tingkatan peradilan, mulai dari Pengadilan Negeri hingga Peninjauan Kembali di MA, yaitu:

1. No. 633/Pdt.G/2018/PN JKT.SEL

2. No. 235/PDT/2020/PT.DKI

3. No. 430 K/PDT/2022

4. No. 542 PK/Pdt/2023

5. No. 218/Pdt.G/2020/PN Jkt.Pst

6. No. 138/PDT/2022/PT DKI

7. No. 50 K/Pdt/2024

8. No. 258/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst

9. No. 1125/PDT/2023/PT DKI

 

Padahal, Akta Notaris No. 55 yang dijadikan bukti oleh penggugat sama sekali tidak memuat penetapan susunan pengurus. “Kemenangan beruntun di atas fondasi rapuh ini adalah preseden buruk. Putusan pengadilan seharusnya tidak boleh menjadi alat legitimasi kebohongan,” ujar Hoky.

Sikap Tertutup Kuasa Hukum

Dalam sidang terakhir di PTUN Jakarta pada 23 September 2025, kuasa hukum penggugat dari Kula Mitra Law Firm tidak mampu memberi penjelasan memadai terkait kontradiksi fatal tersebut. Mereka juga menolak memberikan komentar kepada media usai persidangan, yang menimbulkan kesan upaya menutupi fakta.

Sebagai langkah pengungkapan kebenaran, Hoky mendesak agar para penggugat sendiri, yakni Rudy Dermawan Muliadi dan Suwandi Sutikno, dihadirkan untuk memberikan kesaksian langsung di persidangan. Tuntutan ini selaras dengan Laporan Polisi No. LP/B/1629/III/2023/SPKT/PMJ yang ia buat terkait dugaan keterangan palsu saksi-saksi penggugat sebelumnya.

Selain itu, ia menantang pihak penggugat untuk membuktikan keaslian bukti primer yang hingga kini tidak pernah dihadirkan, seperti daftar hadir dan foto dokumentasi Munaslub 2015, Rapat Anggota 8 Desember 2016, serta Munas 23 September 2021.

“Ketidakmampuan mereka menghadirkan bukti primer hanya memperkuat dugaan bahwa semua peristiwa itu fiktif dan tidak pernah terjadi,” tegas Hoky.

Ketimpangan Penegakan Hukum

Hoky juga menyinggung 10 laporan polisi terkait dugaan pemalsuan dokumen dan keterangan palsu yang ia buat sejak 2020 hingga Agustus 2025. Semua laporan itu mandek di tahap penyelidikan. Sebaliknya, laporan terhadap dirinya justru diproses kilat hingga ia ditahan 43 hari, meski akhirnya dinyatakan tidak bersalah di pengadilan.

“Pola ketimpangan ini menunjukkan adanya manipulasi sistemik. Rakyat kecil seolah tidak punya daya menghadapi permainan hukum semacam ini,” ujarnya.

Permohonan kepada MA

Melalui surat resminya (No. 085, 086, dan 087/DPP-APKOMINDO/IX/2025), Hoky menyampaikan tiga permintaan strategis:

1. Audit Khusus: Ketua MA RI dan Kepala Bawas MA RI diminta melakukan pemeriksaan khusus terhadap 9 perkara tersebut guna mengungkap dugaan rekayasa hukum.

2. Pencatatan Fakta Sidang: Majelis Hakim PTUN Jakarta diminta mencatat secara detail ketidakmampuan kuasa hukum penggugat menjawab kontradiksi fatal dalam Berita Acara Sidang.

3. Transparansi Publik: Juru Bicara dan Biro Hukum serta Humas MA RI diminta memberi penjelasan terbuka mengenai langkah pengawasan yang diambil.

 

“Kami memandang perlu intervensi dari level tertinggi peradilan, yakni Mahkamah Agung, untuk menghentikan dugaan praktik mafia peradilan yang sudah sistematis dan masif. Mari kita jaga marwah peradilan Indonesia bersama-sama,” pungkas Hoky.

 

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *