Opini Publik: NKRI Harga Mati: Antara Ketulusan dan Pencitraan di Tanah Politik
Suarakyat.com (30/4/2025) – Istilah “NKRI harga mati” telah lama menjadi semboyan yang menggema di berbagai ruang publik, dari pidato-pidato resmi hingga spanduk-spanduk kampanye. Namun, seiring waktu dan perubahan konstelasi politik, muncul pertanyaan di kalangan masyarakat akar rumput: apakah ini hanya slogan pencitraan, atau benar-benar cerminan ketulusan hati?
Dalam teori, istilah ini mengandung makna kesetiaan tanpa syarat terhadap keutuhan dan kedaulatan Republik Indonesia. Tapi realitas di lapangan sering kali membuat makna itu menjadi kabur. Banyak tokoh yang mengusung semboyan tersebut, namun ketika masuk ke gelanggang politik praktis, tindak tanduk mereka justru memperlihatkan hal sebaliknya—memecah belah rakyat, mengaburkan kebenaran, dan menjadikan politik sebagai alat mempertahankan kekuasaan, bukan sebagai wahana memperjuangkan keadilan.
Kita juga mengenal istilah “negarawan”—tokoh yang seharusnya berpikir jauh ke depan, mementingkan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi. Namun ketika seseorang sudah menginjakkan kaki di tanah politik, sering kali nilai-nilai itu tenggelam oleh manuver, intrik, dan kepentingan jangka pendek. Dalam politik kita hari ini, sulit membedakan mana negarawan sejati dan mana hanya aktor politik.
Contoh nyata yang masih menjadi perbincangan hingga hari ini adalah dugaan penggunaan ijazah palsu oleh Presiden Joko Widodo. Isu ini terus bergulir tanpa titik terang. Bagi rakyat kecil, persoalannya sederhana: jika memang tidak ada yang perlu disembunyikan, tunjukkan ijazah asli, klarifikasi dengan terbuka, dan selesai. Namun sayangnya, persoalan ini justru terus dibiarkan menjadi polemik, membuat masyarakat terbelah antara yang percaya dan yang meragukan.
Rakyat tidak butuh drama, rakyat butuh kepastian. Ketika slogan seperti “NKRI harga mati” atau “demi rakyat” dikumandangkan, rakyat ingin melihat bukti, bukan janji. Jangan jadikan nasionalisme sebagai alat politik. Jangan jadikan kata “harga mati” hanya sebatas alat kampanye yang mati rasa terhadap aspirasi rakyat.
Kalau benar cinta NKRI, tunjukkan dengan tindakan yang jujur, terbuka, dan berani bertanggung jawab. Itulah nilai sejati seorang negarawan. Bukan sekadar slogan, tapi sikap hidup.(MSar|Suarakyat.com)