Jabat Tangan: Simbol Persahabatan yang Bisa Menyimpan Bisa

Jabat Tangan: Simbol Persahabatan yang Bisa Menyimpan Bisa

Oleh: Muhamad Sarman|Redaktur Suarakyat.com

Jabat tangan telah menjadi simbol universal yang melampaui bahasa dan budaya. Di dunia politik, bisnis, maupun keseharian, jabat tangan menandai dimulainya kesepakatan, berakhirnya konflik, atau sekadar menyampaikan ucapan selamat. Ia terlihat sederhana—dua tangan bertemu dalam genggaman—namun di balik gerakan itu terkandung makna yang dalam.

Namun, tidak semua jabat tangan datang dari niat yang tulus. Dalam sejarah, banyak peristiwa kelam justru diawali dengan jabat tangan. Persetujuan yang kelak dikhianati, janji yang tidak ditepati, atau bahkan pengkhianatan yang disimpan dalam diam.

𝘿𝙞 𝘽𝙖𝙡𝙞𝙠 𝙂𝙚𝙣𝙜𝙜𝙖𝙢𝙖𝙣, 𝘽𝙞𝙨𝙖 𝙏𝙚𝙧𝙨𝙞𝙢𝙥𝙖𝙣 𝘿𝙚𝙣𝙙𝙖𝙢

Sebuah jabat tangan bisa menjadi simbol ketulusan, namun bisa pula menyembunyikan dendam. Kita semua mungkin pernah mengalami momen ketika seseorang tampak ramah, bahkan bersikap manis di depan kita, namun di belakang menyusun strategi untuk menjatuhkan. Fenomena ini tidak jarang terjadi dalam lingkungan kerja, pergaulan sosial, bahkan dalam hubungan keluarga.

Jabat tangan semacam ini adalah ibarat tangan yang digigit ular—tidak terlihat dari luar, tapi menyakitkan di dalam. Luka yang ditinggalkan bisa lebih dalam dari sekadar luka fisik. Ini adalah pengingat bahwa dalam berteman, kita tidak cukup hanya mengandalkan keramahan permukaan. Kita harus belajar membaca karakter dan menilai seseorang dari konsistensi sikapnya dalam waktu panjang.

𝙒𝙖𝙨𝙥𝙖𝙙𝙖 𝙏𝙖𝙣𝙥𝙖 𝙈𝙚𝙣𝙟𝙖𝙙𝙞 𝘾𝙪𝙧𝙞𝙜𝙖

Penting untuk membedakan antara kewaspadaan dan kecurigaan berlebihan. Hidup tanpa kepercayaan tentu melelahkan. Namun, menaruh kepercayaan pada orang yang salah bisa lebih menyakitkan. Waspada bukan berarti menutup diri, melainkan menjaga diri agar tidak dikhianati.

Berteman adalah seni menyatukan kepercayaan dengan kebijaksanaan. Ketulusan, kejujuran, dan kesetiaan adalah pilar utama dalam membangun hubungan yang sehat. Persahabatan sejati tidak menuntut kesempurnaan, tapi membutuhkan kejujuran dan saling menghargai. Jika semua itu ada, maka jabat tangan bukan sekadar simbol, tapi benar-benar menjadi jalinan hati.

𝙋𝙚𝙣𝙪𝙩𝙪𝙥: 𝙈𝙚𝙣𝙞𝙡𝙖𝙞 𝙙𝙖𝙧𝙞 𝙏𝙞𝙣𝙙𝙖𝙠𝙖𝙣, 𝘽𝙪𝙠𝙖𝙣 𝙎𝙚𝙠𝙖𝙙𝙖𝙧 𝙂𝙚𝙣𝙜𝙜𝙖𝙢𝙖𝙣

Di zaman yang penuh kepura-puraan ini, kita harus lebih berhati-hati dalam menilai seseorang. Jangan mudah terpikat oleh senyuman manis atau jabat tangan hangat. Lihatlah bagaimana ia bersikap ketika kita sedang susah, ketika kita tidak memberi keuntungan, atau ketika kita tidak berada di tempat.

Karena sahabat sejati tidak hanya hadir saat kita berjaya, tapi tetap ada saat kita terjatuh. Dan tangan yang benar-benar layak dijabat, adalah tangan yang tidak hanya menggenggam, tetapi juga menopang saat kita lemah.(MSar|Suarakyat.com)

Exit mobile version