banner 728x250

Sengkuni Bermuka Dewa: Sindiran Halus dari Pewayangan untuk Realitas Kita

banner 120x600
banner 468x60

Sengkuni Bermuka Dewa: Sindiran Halus dari Pewayangan untuk Realitas Kita

Di tengah gegap gempita media sosial, khususnya TikTok, muncul sebuah tayangan yang menarik: sindiran tajam terhadap perilaku munafik para tokoh publik, dikemas dalam bentuk wayang dengan tokoh Sengkuni bermuka dewa. Ini bukan sekadar hiburan; ini adalah sindiran cerdas dan halus, namun mengena langsung ke jantung realitas sosial kita hari ini.

banner 325x300

Sengkuni, dalam kisah Mahabharata versi pewayangan Jawa, adalah simbol kelicikan. Ia cerdik, licin, dan senantiasa memecah belah demi ambisi pribadi. Namun dalam unggahan TikTok tersebut, ia digambarkan memiliki wajah seperti dewa—tampan, teduh, agung. Di balik topeng kemuliaan itu, tersembunyi niat busuk dan strategi adu domba.

Gambaran ini terasa begitu relevan dengan zaman sekarang. Betapa banyak tokoh—entah pejabat, politisi, pemimpin, bahkan publik figur—yang tampil penuh pencitraan: berbicara seolah membela rakyat, berpenampilan sederhana, bahkan rajin menunjukkan ibadah. Namun di balik itu semua, kepentingan pribadi, oligarki, dan kekuasaan menjadi tujuan utama.

Rakyat kecil pun jadi korban, seperti para Pandawa yang harus menghadapi intrik tanpa henti. Apa daya, lidah manis dan citra baik sang “Sengkuni bermuka dewa” telah membius banyak orang.

Kreativitas anak muda yang memadukan pewayangan dengan kritik sosial ini patut diapresiasi. Selain menjaga budaya, mereka juga membuka ruang diskusi dan kesadaran akan realitas yang sering kali tertutup kabut pencitraan.

Kini, kita sebagai rakyat harus lebih jeli:
Jangan mudah percaya pada wajah ramah dan janji manis.
Karena di zaman sekarang, bisa jadi musuh itu tidak lagi berbentuk garang dan menyeramkan—melainkan lembut, sopan, dan seolah suci.
Waspadalah terhadap Sengkuni yang bermuka dewa. Redaksi|Suarakyat.com

 

Disclaimer:
Tulisan ini adalah opini pribadi penulis berdasarkan interpretasi budaya dan fenomena sosial yang berkembang. Tokoh “Sengkuni bermuka dewa” digunakan sebagai simbol dan tidak merujuk langsung pada individu tertentu. Jika ada kesamaan nama, karakter, atau peristiwa, itu semata-mata kebetulan dan tidak disengaja.

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *