Opini Minggu Pagi: Rakyat Ingin Damai, Bukan Rujakan Isu Tiap Hari
Suarakyat.com – ( 15/6/2025) Minggu pagi. Waktu yang tenang, saatnya menyeruput kopi dan menatap langit. Tapi di tengah udara pagi yang mestinya segar, masih saja tercium aroma gaduh dari jagat politik negeri ini. Rakyat kecil seperti kita, yang hidup dari keringat sendiri dan berharap negara hadir memberi rasa aman, justru disuguhi tontonan yang tak kunjung usai: isu ijazah Pak Jokowi.
Kita tentu mafhum, dimana satu pemahaman atau pengertian yang didapatkan dari suatu lafaz (ungkapan) yang maknanya tidak secara eksplisit disebutkan, tetapi dapat dipahami dari konteksnya, berpendapat itu hak. Bila ada pihak mempertanyakan keaslian ijazah, itu bagian dari dinamika demokrasi. Silakan. Tapi sayangnya, yang terjadi bukan diskusi sehat, melainkan berubah jadi arena saling serang, saling caci, dan saling menghina.
Padahal, bila kita semua duduk sesuai posisi—rakyat sebagai rakyat, penegak hukum sebagai penegak hukum, dan elit sebagai panutan—maka seharusnya persoalan seperti ini bisa diurai dengan kepala dingin. Tapi lihatlah, bagaimana komentar elite justru memantik bara. Ambil contoh, Irma Suryani menyebut pihak tertentu sebagai “manusia kardus”—sebuah istilah yang kemudian jadi bahan rujakan publik. Dan juga berstitmen bawa-bawa nama nabi, begitu juga Luhut statemennya mengatakan sakit jiwa, Alih-alih menenangkan suasana, malah memperkeruh air yang sudah keruh.
Tak cukup sampai di situ. Pernyataan Bareskrim bahwa Jokowi melakukan KKN di Wonosegoro tahun 1983 malah berbenturan dengan keterangan Pak Jokowi sendiri, yang menyebut awal 1985. Tambah bingung rakyat. Tambah ramai netizen membuat rujak hujatan, komentar sarkastis, hingga spekulasi liar. Ada pula keterangan dari Pak Kasmujo, yang tak sejalan dengan narasi Pak Jokowi—kembali jadi bahan rujakan warganet.
Rakyat kecil? Mereka hanya bisa mengelus dada. Setiap hari disuguhi drama elite yang semakin menjauh dari akar persoalan bangsa: kemiskinan, harga beras, lapangan kerja, layanan kesehatan, dan pendidikan yang layak. Kapan rakyat kecil menjadi isu utama? Kapan suara pinggiran didengar sekeras isu ijazah palsu?
Minggu pagi ini, mari kita berdoa untuk negeri tercinta. Mari kita waras. Mari kita tenangkan diri dan saling menahan diri. Biarlah urusan ijazah diselesaikan oleh lembaga yang berwenang. Rakyat tidak perlu ikut jadi hakim dan jaksa di ruang digital yang liar. Yang dibutuhkan rakyat hari ini adalah solusi, bukan sensasi.
Kami rindu melihat debat Rocky Gerung bicara tentang nasib buruh tani, bukan sekadar ijazah. Kami ingin politisi bersitegang soal harga pupuk, bukan hanya soal tahun KKN seseorang. Kami ingin elite bicara tentang rakyat—bukan tentang dirinya sendiri. Karena sejatinya, rakyat tidak lapar isu. Rakyat lapar keadilan. Salam Nalar Akal Waras. Merdeka, [Editor|MSar|Suarakyat.com]
Disclaimer:
Opini ini ditulis sebagai bentuk kebebasan berekspresi dan berpendapat sesuai dengan amanat UUD 1945 Pasal 28E ayat (3). Seluruh isi tulisan merupakan pandangan pribadi penulis yang bertujuan untuk mengajak masyarakat berpikir jernih dan berempati terhadap kondisi sosial politik yang berkembang. Tidak ada niat untuk menyerang, memfitnah, atau mendiskreditkan pihak manapun. Jika terdapat kekeliruan informasi atau interpretasi, hal tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis dan terbuka untuk dikoreksi demi perbaikan bersama.