Opini Publik: Rakyat Jadi Kebingungan Ada Isu Rekening Mati akan Dibekukan,

Opini Publik: Rakyat Jadi Kebingungan Ada Isu Rekening Mati akan Dibekukan.

Oleh: Redaksi Suarakyat.com

Dalam beberapa hari terakhir, publik kembali dibuat resah oleh pernyataan Mahfud MD yang menyebut bahwa Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bisa memblokir rekening yang tidak aktif selama waktu tertentu. Bagi rakyat awam, kabar seperti ini bukan hanya membingungkan, tapi juga menambah panjang daftar hal-hal yang terasa “semrawut” di negeri ini.

Bayangkan, betapa banyak masyarakat kecil yang menabung seikhlasnya—kadang hanya Rp10 ribu, Rp50 ribu, atau sekadar menyimpan bantuan sosial—lalu rekening itu tak digunakan selama beberapa bulan karena memang hanya digunakan saat perlu. Kini mereka khawatir, “jangan-jangan uang saya diambil negara?”

Padahal, rakyat kecil sudah cukup menderita dengan potongan administrasi bank tiap bulan, biaya transfer, dan minimnya edukasi keuangan. Eh, sekarang ditambah isu pemblokiran rekening tidak aktif. Tambah mumet, Pak!

Pernyataan awal Pak Mahfud disampaikan dalam konteks pengawasan sistem keuangan. Menurutnya, PPATK bisa melakukan pemblokiran terhadap rekening-rekening tidak aktif sebagai bagian dari pengawasan dan pembersihan rekening “tidur” yang rawan disalahgunakan untuk tindak kejahatan finansial.

Namun, publik kian dibuat bingung ketika Mahfud menulis di media sosial bahwa PPATK justru telah melanggar undang-undang karena melakukan pemblokiran secara sepihak terhadap sejumlah rekening yang seharusnya tidak dibekukan.

> “PPATK tidak punya kewenangan memblokir rekening tanpa putusan pengadilan. Kalau itu terjadi, itu melanggar UU.”
(Mahfud MD, melalui akun media sosial, dikutip pada Agustus 2025)

Lho, kalau begitu siapa yang benar? Bukankah sebelumnya Mahfud juga mengatakan pemblokiran bisa dilakukan?

Menanggapi keramaian ini, PPATK menegaskan bahwa mereka tidak punya kewenangan untuk membekukan rekening siapa pun secara sepihak. Yang dilakukan oleh PPATK adalah pemantauan dan pelaporan atas transaksi mencurigakan kepada penegak hukum. Pemblokiran hanya bisa dilakukan setelah ada permintaan resmi dari aparat penegak hukum, atau berdasarkan putusan pengadilan.

PPATK hanya mengirimkan data dan analisis, bukan eksekutor. Pemblokiran tanpa dasar hukum adalah tanggung jawab institusi lain jika itu sampai terjadi, bukan semata tindakan PPATK.

PPATK pun menolak dianggap melanggar undang-undang dan menyatakan bahwa semua langkah yang mereka ambil berlandaskan UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Rakyat Jadi Korban Kebingungan Elit?

Sebagai rakyat biasa, kami bertanya-tanya: sebenarnya siapa yang salah, siapa yang benar? Kok bisa dua tokoh negara—yang sama-sama paham hukum—berbeda pendapat di ruang publik soal hal yang menyangkut uang rakyat?

Kalau dua lembaga tinggi dan tokoh bangsa saja tidak satu suara, bagaimana mungkin rakyat bisa tenang? Jangan sampai hukum dijadikan dagelan, debatnya seru, tapi rakyat yang bingung sendiri.

Negara Harus Menenangkan, Bukan Menakutkan

Negara seharusnya hadir memberikan kepastian dan ketenangan, bukan menimbulkan keresahan baru. Apalagi untuk urusan rekening rakyat kecil, yang isinya pun sudah terkikis inflasi dan biaya admin bulanan. Bila ada persoalan hukum, benahi lewat prosedur yang jelas dan komunikatif.

Jangan biarkan publik terus diracuni ketidakjelasan akibat pernyataan yang saling kontradiktif. Kalau ingin menjaga sistem keuangan nasional, mulailah dari komunikasi yang sehat dan edukatif kepada rakyat.

Disclaimer:
Tulisan ini bersifat opini yang bertujuan mengedukasi dan mewakili suara rakyat kecil terhadap kebijakan publik yang membingungkan. Narasi ini berdasarkan pernyataan publik dari Mahfud MD dan klarifikasi resmi PPATK sebagaimana diberitakan oleh berbagai media nasional.

Exit mobile version