Opini: Belajar Dari Falsafah Jawa “Bolongan Songo”.
Suarakyat.com – 18 Agustus 2025 – Dalam falsafah Jawa, manusia itu mempunyai bolongan songo – atau sembilan lubang. Bahwa dari situlah semua hawa nafsu manusia keluar dan masuk : ada yang berguna, bermanraat, ada yang menjadi sekadar kotoran.
Mari kita kupas bersama mulai dari Mata: Mata, bisa melihat apa saja yang baik dan yang tidak baik, tetapi Mata juga bisa silau ketika melihat sesuatu kepalsuan. Terus Telinga: Telinga, bisa mendengar suara apa saja tentang kebenaran dan sebaliknya, tetapi juga bisa menampung bisikan bisikan dan tipu daya. Lanjut dengan Mulut: Mulut bisa mengucap apa saja menghujat memaki menyanjung dan macem macem, termasuk mengucap tentang ilmu, dan ilmu apapun itu, tetapi juga bisa melontarkan tentang dusta. Dan yang terakhir adalah satu lubang yang orang Jawa menyebutnya “Silit” Bahwa yang pada akhirnya, semua yang sudah tidak berguna akan keluar melalui Silit, atau lubang belakang, yang disebut “Tai” dan ketika sudah sampai pada lubang belakang tersebut semuanya akan “Memalukan”.
BACA JUGA:
APTIKNAS Dukung IGX Surabaya 2025, Perpaduan Teknologi, Budaya, dan Ekonomi Kreatif
Nah, Sekarang ini, saat ini rakyat disuguhi tontonan “Isu Ijazah Palsu” yang tidak kunjung selesai. Ironisnya, yang terlibat dalam perdebatan ini bukan orang-orang sembarangan. yang terlibat adalah orang-orang hebat, yang bisa disebut atau dianggap orang yang sudah katam pada “Puncak Ilmu”. Tapi pada kenyataannya, isu yang sederhana bagi rakyat kecil, belum selesai—padahal tinggal “Mana yang Asli, dan mana yang Palsu—tetapi malah isu tersebut berputar-putar, bertahun-tahun tak jelas ujungnya.
Pada akhirnya Rakyat jadi kelelelahan. Karena yang ditonton bukan lagi tuntunan tetapi kepentingan masing masing pihak yang berkepentingan, yang tampil bukanlah ketegasan, tapi saling lempar wacana, saling tuding, saling serang dan saling cari selamat.
Rakyat menduga Seolah-olah, semakin tambah banyak orang hebat yang ikut bicara, sepertinya semakin sulit menjawab pertanyaan yang sederhana yaitu “Asli atau Palsu?”
Falsafah Jawa “Bolongan Songo” ini sebagai pengingat atau “Kaca Benggala”. Sebab ilmu yang tinggi, kalau hanya keluar lewat mulut untuk membingungkan, nilainya tidak jauh berbeda dengan kotoran yang keluar dari bolongan Songo.
Yang seharusnya jadi cahaya pencerahan, malah jadi asap pekat atau disebut “Kentut” yang bikin rakyat sesak susah bernafas sebentar karena nahan bau Kentut.
Maka, janganlah sampai orang-orang yang katanya hebat ini mau diperbudak oleh “Bolongan Songo”—mau di dikuasai oleh nafsu, dan kepentingan.
Dari lelahnya takyat menonton joget kehidupan yang serba serbi ini, terminalnya pada akhirnya, rakyat kecillah yang bisa menilai sendiri: “Mana ucapan yang benar benar “Harum” untuk kepentingan rakyat, dan Mana yang hanya sekedar Harum, tetapi ujungnya keluar ari lubang belakang “Bolongan Songo”. Salam Nalar Akal Waras. MERDEKA…!!!
Disclaimer:
Artikel ini merupakan opini penulis yang disampaikan dalam bentuk refleksi dan kritik sosial.
Segala pandangan, analogi, maupun istilah yang digunakan tidak dimaksudkan untuk menyerang, menuduh, atau merugikan pihak tertentu.
Redaksi Suarakyat.com menempatkan tulisan ini semata sebagai ruang ekspresi publik, agar diskursus mengenai isu ijazah palsu dapat dipahami dari sudut pandang rakyat kecil.