Opini Publik: Belajar Mencari Tahu Istilah “Kenal Hukum dan Kebal Hukum”

Opini Publik: Belajar Mencari Tahu Istilah “Kenal Hukum dan Kebal Hukum”

Oleh: Muhamad Sarman|Redaktur Suarakyat.com

Mari kita mencari tahu tentang Dua tahun istilah yang sering kita dengar yaitu Istilah “Kenal Hukum dan istilah Kebal Hukum”

Nah, Apa itu istilah “kenal hukum” Istilah kenal hukum biasanya merujuk pada seseorang yang paham aturan hukum, hak, dan kewajiban sebagai warga negara.

Secara prinsip: “Setiap orang dianggap tahu hukum” (asas ignorantia legis non excusat). Artinya, kalau ada undang-undang yang sudah berlaku, tidak bisa seseorang beralasan ‘tidak tahu’ untuk menghindari hukuman.

Baca juga : 

Ijazah Jokowi dan Drama Legitimasi Kekuasaan: Ketika Kebenaran Jadi Tontonan Politik

 

Opini Publik: Apakah Proyek Simpang Siaga Rp 22 Miliar Layak dan Berpihak ke Rakyat?

Contohnya: Kalau seseorang parkir di tempat terlarang lalu bilang “saya tidak tahu kalau di sini dilarang,” itu tetap bisa kena tilang. Karena secara hukum, semua warga dianggap “kenal hukum.”

Namun dalam praktiknya, kenal hukum juga bisa berarti seseorang benar-benar memahami bagaimana hukum bekerja, siapa yang menegakkan, bagaimana prosedurnya, dan bagaimana menggunakan haknya jika diperlakukan tidak adil.

Kemudian Apa itu istilah “kebal hukum” Secara teori hukum, tidak ada orang yang benar-benar kebal hukum.
Semua warga negara, termasuk pejabat tinggi, sama di hadapan hukum (equality before the law).

Tapi dalam praktik politik dan kekuasaan, sering muncul kesan bahwa ada orang yang “kebal hukum”, terutama Pejabat atau orang berpengaruh yang punya kekuasaan atau jaringan kuat, Kasusnya tidak diproses, atau Proses hukumnya berlarut-larut tanpa hasil. Itulah yang sering membuat rakyat kecil merasa hukum tajam ke bawah tapi tumpul ke atas.

Dalam teori, semua warga negara dianggap kenal hukum. Artinya, setiap orang wajib tahu mana yang benar dan mana yang melanggar aturan. Kalau parkir sembarangan, tidak bisa berdalih tidak tahu. Kalau melanggar rambu lalu lintas, tetap kena tilang walau mengaku lupa. “Karena hukum sudah dianggap diketahui oleh semua.”

Namun di negeri ini, kenyataan sering jauh berbeda. Rakyat kecil boleh saja “kenal hukum,” tapi yang berkuasa sering kali “kebal hukum”. Ironinya, yang miskin bisa cepat ditangkap hanya karena perkara sepele, sedangkan yang kaya atau punya koneksi kuat bisa bebas melenggang walau kasusnya jelas di depan mata.

Menko Polhukam Mahfud MD pernah berkata, “Hukum di Indonesia masih sering tajam ke bawah tapi tumpul ke atas.” Ucapan ini menggambarkan betapa hukum belum tegak di atas keadilan yang sejati. Di satu sisi rakyat kecil dicecar dengan pasal, di sisi lain koruptor, pejabat nakal, dan mafia hukum seperti sulit dijangkau.

Kita juga mendengar keluhan dari lembaga seperti KPK, yang mengaku sering mendapat tekanan politik ketika menangani kasus besar. Artinya, penegakan hukum bukan sekadar soal benar atau salah, tapi juga soal siapa yang berani melawan kepentingan di balik kekuasaan.

Padahal, kalau hukum bisa diperjualbelikan, keadilan hanya tinggal slogan di dinding pengadilan. Rakyat kecil tetap menjadi korban, sementara para “kebal hukum” tertawa di balik tembok kekuasaan.

Negara ini tidak akan pernah maju kalau hukum hanya tajam ke bawah. Yang dibutuhkan bukan sekadar rakyat yang kenal hukum, tetapi penegak hukum yang berani menegakkan kebenaran tanpa pandang bulu. Karena keadilan bukan milik mereka yang berkuasa, melainkan hak setiap warga negara.

Disclaimer:
Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis yang disampaikan sebagai bentuk hak berekspresi dan kritik sosial sesuai Pasal 28E ayat (3) UUD 1945.
Segala pandangan dan analisis dalam artikel ini tidak dimaksudkan untuk menyerang pihak tertentu, melainkan sebagai ajakan moral agar penegakan hukum di Indonesia berlangsung adil, transparan, dan tanpa pandang bulu.
Redaksi Suarakyat.com berkomitmen menjunjung tinggi prinsip jurnalisme berimbang dan terbuka terhadap hak jawab dari pihak yang disebut atau merasa berkepentingan.

Catatan Redaksi:
Artikel ini dimuat dalam rubrik Opini Publik sebagai ruang bagi warga untuk menyampaikan pandangan kritis terhadap kondisi sosial, politik, dan hukum di Indonesia.
Isi tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis, namun Suarakyat.com menilai gagasan ini penting sebagai bahan refleksi bagi penegak hukum dan pembuat kebijakan.

 

 

Exit mobile version