Tamparan Mendidik dan Orang Tua yang Terlalu Rapuh

Tamparan Mendidik dan Orang Tua yang Terlalu Rapuh

Oleh: Muhamad Sarman – Redaksi Suarakyat.com

Belakangan ini ramai diperbincangkan kasus seorang kepala sekolah yang menampar muridnya karena ketahuan merokok di lingkungan sekolah. Namun yang justru mencuat bukan soal kenakalan si murid, melainkan kemarahan orang tuanya yang tak terima anaknya diperlakukan demikian. Mereka datang menuntut ke sekolah, bahkan ada yang mengancam akan melaporkan sang kepala sekolah ke pihak berwajib.

Pertanyaannya: sejak kapan tamparan mendidik dianggap sebagai kejahatan?
Apakah semua bentuk teguran keras kini harus dipidanakan, bahkan jika itu dilakukan demi kebaikan anak?

Baca juga :

FISIP Unwar dan Zagreb University Gelar Seminar Internasional Bahas Dampak Media Digital dan Kecerdasan Buatan

Sebagai generasi yang tumbuh di masa ketika guru dan orang tua masih tegas, kita tentu paham makna tamparan itu bukan sekadar sakit fisik, melainkan panggilan moral. Tamparan ringan dari guru dulu sering kali membuat murid sadar, malu, dan berubah. Guru dulu bukan musuh, tetapi perpanjangan tangan orang tua dalam mendidik anak agar tidak tersesat.

Sekarang, suasananya terbalik.
Anak yang salah justru dilindungi, guru yang mendidik malah disalahkan. Orang tua terlalu cepat tersinggung, terlalu rapuh menghadapi kritik terhadap anaknya. Padahal, jika orang tua dan guru tidak sejalan dalam menegakkan disiplin, generasi yang lahir nanti akan tumbuh tanpa kendali dan tanpa rasa hormat.

Kita tentu tidak mendukung kekerasan berlebihan di sekolah. Tapi perlu dibedakan antara kekerasan yang menyakiti dan ketegasan yang mendidik. Jika seorang kepala sekolah menegur dengan tamparan kecil karena muridnya tertangkap merokok, itu bukan karena benci, melainkan karena peduli.

Mari kita renungkan:
Apa jadinya bangsa ini jika anak-anak tidak lagi bisa ditegur?
Jika setiap bentuk disiplin dianggap pelanggaran HAM, sementara akhlak dan etika dibiarkan rusak tanpa batas?

Tamparan kepala sekolah itu mungkin hanya menyakitkan beberapa detik.
Tapi luka moral karena anak kehilangan arah bisa berlangsung seumur hidup.

Yang dibutuhkan sekarang bukan kepala sekolah yang takut menegur,
melainkan orang tua yang mampu melihat ketegasan sebagai bentuk kasih sayang.

Suara Rakyat:  “Zaman dulu, tamparan guru bikin anak sadar. Zaman sekarang, tamparan guru bikin orang tua ngamuk.

Kalau begini terus, entah siapa nanti yang bisa mendidik anak kita.”

Exit mobile version