Tajuk Rencana: Abolisi dan Amnesti—Dua Jalan Pintas di Tengah Kabut Keadilan
Dua tokoh besar kembali menyedot perhatian publik: Thomas Lembong, mantan pejabat ekonomi dan tokoh publik yang belakangan kritis terhadap arah politik pemerintahan, serta Hasto Kristiyanto, Sekjen partai besar yang sedang dalam sorotan lembaga penegak hukum. Di tengah derasnya pemberitaan, mencuat pula dua istilah yang tidak asing namun selalu memicu debat: abolisi dan amnesti.
Secara konstitusional, Presiden memang memiliki wewenang memberikan abolisi dan amnesti. Abolisi adalah penghapusan proses hukum terhadap seseorang, bahkan ketika proses tersebut belum selesai. Amnesti, di sisi lain, adalah pengampunan kolektif atas tindak pidana politik demi tujuan tertentu—umumnya rekonsiliasi atau stabilitas nasional.
Tapi publik bukan hanya melihat definisi; publik membaca konteks dan mencium motif.
Ketika dua nama besar yang sedang menjadi sorotan hukum mulai dikaitkan dengan kemungkinan mendapat “pengampunan”, wajar jika rakyat mencurigai bahwa hukum kembali digiring ke arah politisasi. Wewenang presiden yang mestinya digunakan secara bijak dan adil, bisa jadi justru menjadi alat kompromi politik yang mengkhianati rasa keadilan masyarakat.
Kita harus bertanya jujur: apakah abolisi dan amnesti yang akan—atau mungkin akan—diberikan, benar-benar didasarkan pada kepentingan bangsa? Ataukah ia hanya menjadi tameng bagi elite politik yang sedang terdesak?
Sejarah mencatat bahwa pengampunan politik pernah menjadi alat penting dalam menyatukan bangsa. Tapi sejarah juga mengajarkan bahwa ketika pengampunan hanya jatuh pada orang-orang dalam lingkar kekuasaan, maka kepercayaan publik akan hukum akan hancur.
Di sisi lain, ribuan rakyat kecil masih terjerat kasus hukum tanpa akses ke pengacara, tanpa celah untuk mencari keadilan. Tidak ada tawaran amnesti untuk petani yang membela tanahnya, atau buruh yang dituduh provokator karena menuntut haknya.
Jika abolisi dan amnesti hanya milik para elite, maka itu bukan pengampunan: itu adalah privilese.
Suarakyat.com mengajak seluruh elemen bangsa untuk kembali berpikir waras. Hukum harus jadi panglima, bukan pelayan kekuasaan. Abolisi dan amnesti bukan jalan pintas untuk menghindari proses hukum, tetapi harus menjadi jalan terakhir yang dilalui dengan kehati-hatian dan transparansi penuh.
Jangan biarkan hukum kehilangan martabatnya. Rakyat melihat, rakyat menilai, dan pada akhirnya, rakyat yang akan menanggung akibat dari semua keputusan politik hari ini.
DISCLAIMER:
Tajuk rencana ini merupakan opini redaksi Suarakyat.com yang disusun berdasarkan informasi yang beredar di ruang publik, serta penilaian terhadap dinamika sosial-politik yang sedang berlangsung. Nama-nama tokoh yang disebutkan tidak dimaksudkan untuk menghakimi, melainkan sebagai bagian dari analisis atas isu yang relevan secara publik.
Suarakyat.com menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah dan menghormati proses hukum yang berlaku. Segala bentuk koreksi, hak jawab, atau klarifikasi dari pihak yang disebut dalam artikel ini dapat disampaikan melalui redaksi kami untuk ditayangkan secara proporsional sesuai ketentuan Undang-Undang Pers.